Resume Monitoring

1. Analisis Quantitative Jenis CR (Critically Endangered) dan RTE (Rare, threatened and Endangered)

Analisis Quantitative Jenis CR dan RTE adalah membandingkan jumlah pohon yang ditebang dengan jumlah pohon inti yang dipertahankan. Monitoring dilakukan pada Blok RKT 2024 sebanyak 10 petak sampling dengan total plot ukur sebanyak 500 PU dengan hasil terdapat 2 jenis CR yaitu meranti putih (Shorea lamellata) dan mayau (Shorea palembanica) dan 11 jenis RTE yaitu bangkirai (Shorea laevifolia), melapi (Hopea sangal), meranti kuning (Shorea accuminatissima), keruing (Dipterocarpus crinitus), mersawa (Anisoptera costata), durian burung (Durio acutifolius), mentawa (Artocarpus anisophyllus), kapur (Dryobalanops aromatica), ulin (Eusidero-xylon zwageri), pekawai (Durio kutejensis) dan punuk (Tetramerista glabra) sehingga semua jenis CR dan RTE pohon inti berdiameter 20-49 cm jum-lahnya sama atau lebih banyak dibandingkan jumlah pohon produksi (50 cm up) sehingga membentuk model kurva J terbalik. Hal ini mengimplikasikan bahwa walaupun pohon produksi ditebang namun pohon inti dengan kelas umur dibawahnya akan menggantikan posisinya menempati stratum teratas dalam ekosistem hutan tersebut, sehingga asas kelestarian hutan akan terjaga serta kerapatan/potensi dan jumlah pohon inti dari kelompok komersil maupun keseluruhan, masih cukup banyak dan memenuhi atau melebihi ambang syarat minimal ketentuan TPTI.

2. Analisis Kerusakan Tegakan Tinggal di Areal Eks Tebangan

Analisis Kerusakan Tegakan Tinggal yang diakibatkan kegiatan produksi (penebangan dan penyaradan) dilaksanakan pada eks Blok RKT 2022 CO sebanyak 10 petak sampling dengan total plot ukur 500 PU dan hasilnya kerusakan tegakan tinggal pada tingkat permudaan semai 9,54%, pancang 7,22%, tiang 13,18% dan pohon 5,61% dengan rata-rata tingkat kerusakan sebesar 8,89% sehingga kerusakannya ≤ 20% termasuk kedalam Kategori Rendah. Hal ini membuktikan penerapan RIL dalam kegiatan pemanenan hutan berpengaruh signifikan terhadap efektifitas dalam mengurangi tingkat kerusakan tegakan tinggal. Struktur tegakan / kerapatan (N/Ha) dan jumlah permudaan (N) di Blok RKT 2022 CO eks tebangan tahun 2023 telah memenuhi syarat kecukupan permudaan. Jenis-jenis kelompok komersil mendominasi struktur tegakan/kerapatan pada semua tingkatan dari pohon, tiang, pancang dan semai di areal Blok RKT 2022 CO.

3. Analisis Keanekaragaman Satwa di Areal Eks Tebangan

Analisis Keanekaragaman Satwa metode Line Transect dilaksanakan pada eks Blok RKT 2022 CO sebanyak 10 petak sampling dengan total plot ukur 500 PU dan panjang transek 10.000 meter dengan hasil keanekaragaman satwa 43 jenis terdiri dari 16 jenis mamalia, 17 jenis burung dan 10 jenis herpetofauna, dengan densitas atau kepadatan individu secara keseluruhan adalah 17,72 individu/Ha terdiri dari kelompok mamalia 6,01 individu/Ha, burung 11,00 individu/Ha dan herpetofauna 0,71 individu/Ha. Jumlah sarang orangutan 22 sarang dan kelas sarang terbanyak yang diketemukan adalah sarang kelas III serta estimasi kepadatan sarangnya adalah 55 sarang/Km2 dengan estimasi densitas orangutan atau kepadatan individu adalah 0,1792 individu/Km2 atau 0,0018 individu/Ha. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) semua kelompok satwa dari mamalia, burung, herpetofauna dan keselu-ruhan termasuk kategori Tinggi, artinya jumlah jenis satwa sangat banyak keanekaragaman jenisnya di dalam komunitas hutan. Indeks Kemerataan Jenis (E) semua kelompok satwa dari mamalia, burung, herpetofauna dan keseluruhan termasuk kategori Tinggi, artinya jenis-jenis satwa hidupnya tersebar merata dalam komunitasnya di dalam areal hutan. Indeks Keka-yaan Jenis (R1) semua kelompok satwa dari mamalia, burung, herpetofauna dan keseluruhan termasuk kategori Tinggi, artinya kelompok satwa tersebut sangat kaya jenisnya di dalam komunitas hutan. Jumlah keseluruhan satwa yang dilindungi ada 31 jenis yaitu terdiri dari 14 jenis mamalia, 12 jenis burung dan 5 jenis herpetofauna, sedangkan berdasarkan peraturan nasio-nal dan international terdiri dari 13 jenis dilindungi IUCN, 18 jenis dilindungi CITES dan 23 jenis dilindungi Government Regulations (GoR) yaitu terdiri dari peraturan pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999 dan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106 MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018.

4. Analisis Vegetasi di Areal Eks Tebangan

Analisis Vegetasi dilaksanakan pada eks Blok RKT 2022 CO sebanyak 10 petak sampling dengan total plot ukur 500 PU dengan hasil jumlah jenis vegetasi tegakan tinggal untuk permudaan tingkat semai 24 jenis, pancang 25 jenis, tiang 37 jenis, pohon 70 jenis dan semua tingkatan dari semai sampai dengan pohon 71 jenis. Sedangkan kerapatan atau potensi vegetasi jenis komersil pada tingkat semai 11.120 btg/Ha, pancang 2.079 btg/Ha, tiang 179 btg/Ha dan pohon 65,7 btg/Ha yang semuanya memenuhi standar minimal kecukupan permudaan tegakan tinggal sehingga tidak perlu dilakukan kegiatan Pengayaan di areal berhutan kurang permudaan, namun bisa melakukan kegiatan Rehabilitasi pada areal terbuka sementara seperti bekas TPn, jalan sarad, jalan cabang, bekas camp atau lokasi terbuka lainnya. Berdasarkan nilai INP, jenis vegetasi yang sangat berperan / berpengaruh di komunitasnya dari tingkat pohon sampai dengan semai adalah jenis medang, meranti merah dan ubar. Indeks Dominasi (C) semua tingkatan vegetasi dari tingkat pohon, tiang, pancang dan semai memiliki nilai Indeks Dominasi (C) terkecil, berarti pola penyebaran jenis vegetasinya tersebar, tidak terpusat/mengelompok dengan kata lain dominasi vegetasi secara bersama-sama oleh beberapa jenis. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) semua tingkatan vegetasi dari tingkat pohon, tiang, pancang dan semai termasuk kategori Tinggi, artinya keanekaragaman jenis vegetasinya sangat banyak dalam komunitas vegetasi. Indeks Kemerataan (E) semua tingkatan vegetasi mulai dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon termasuk kategori Tinggi untuk kemerataan atau kelimpahan jenisnya, artinya jenis-jenis pada tingkatan pohon tersebar merata dalam komunitas vegetasi. Indeks Kekayaan Jenis (R1) semua tingkatan vegetasi dari tingkat pohon, tiang, pancang dan semai termasuk kategori Tinggi, artinya kekayaan jenis vegetasinya banyak didalam komunitas. Jenis–jenis yang dilindungi oleh peraturan nasional (GoR, terdiri dari PP.7/1999 dan P.106/2018) maupun dunia internasional (IUCN dan CITES)  terdapat 14 jenis, terdiri dari 13 jenis yang dilindungi IUCN (1 CR, 1 EN, 11 VU) dan 2 jenis dilindungi PP.7/1999 serta tidak ada jenis dilindungi CITES dan P.106/2018. Jenis-jenis yang dilindungi peraturan nasional (GoR) dan internasional (IUCN dan CITES) yang tergolong kelompok kayu komersil, kebanyakan mempunyai INP > 1 artinya jenis-jenis tersebut tidak langka, malah berperanan penting serta berpengaruh pada komunitas hutan. Namun perlu pengelolaan pemanenan yang menerapkan prinsip-prinsip pemanenan ramah lingkungan atau Redu-ced Impact Logging (RIL) secara berkelanjutan. Jumlah jenis vegetasi nir-kayu anggrek 9 jenis, palem 7 jenis dan tidak diketemukan jenis kantong semar, dengan kerapatan atau potensi vegetasi anggrek 15,4 N/Ha, palem 10,5 N/Ha dan tidak ditemukan kantong semar. Berdasarkan nilai INP > 15, anggrek 5 jenis dan palem 5 jenis termasuk kategori Sangat Berperanan, serta memiliki 6 jenis yang dilindungi Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 dan 2 jenis yang dilindungi Peraturan Menteri LHK Nomor P.106 Tahun 2018, maka jumlahnya 6 jenis yang dilindungi berdasarkan peraturan nasional atau Government Regulations (GoR) dan tidak ada jenis vegetasi nir-kayu anggrek dan palem yang dilindungi oleh IUCN dan CITES.

5. Pengelolaan dan Pemantauan HCV / NKT

Pengelolaan dan pemantauan HCV (High Conservation Value) atau NKT (Nilai Konservasi Tinggi) di areal PT. Suka Jaya Makmur dengan hasil secara keseluruhan masih sesuai kriteria atau ambang yang diperbolehkan (stabil) sehingga tidak memerlukan perubahan rencana kerja areal atau wilayah HCV yang dikelola, kondisinya aman dan terkendali serta tidak terganggu oleh aktivitas ilegal manusia dan kebakaran.

6. Analisis Cuaca

Monitoring dan analisis cuaca dilaksanakan di lokasi peletakan umbrometer di camp Gunung Bunga (Binhut) Km 48 dan camp Sei Tigal Km 93 selama 1 tahun yaitu 1 Januari – 31 Desember 2023 dengan hasil Curah hujan total di camp Gn. Bunga 3.259,19 Mm / tahun dan di camp Sei Tigal  3.171,75 Mm / tahun serta keseluruhan areal PT. Suka Jaya Makmur 3.215,47 Mm / tahun. Suhu udara di camp Gn. Bunga adalah 24,78 °C pagi hari, 29,99 °C siang hari dan 30,55 °C sore hari sedangkan di camp Sei Tigal adalah 25,40 °C pagi hari, 30,20°C siang hari dan 30,86 °C sore hari. Secara keseluruhan suhu udara di areal PT.Suka Jaya Makmur adalah 25,09 °C pagi hari, 30,10 °C siang hari dan 30,71°C sore hari. Kelembaban udara di camp Gn. Bunga yaitu 97,70% pagi hari, 83,99% siang hari dan 82,52% sore hari sedangkan di camp Sei Tigal adalah 97,27% pagi hari, 84,73% siang hari dan 83,85% sore hari. Secara keseluruhan rerata kelembaban udara di areal PT. Suka Jaya Makmur adalah 97,48% pagi hari, 84,36% siang hari dan 83,19% sore hari. Indeks erosivitas hujan (EI30) di camp Gn. Bunga adalah 4,09 dan di camp Sei Tigal adalah 3,34. Secara keseluruhan rerata indeks erosivitas hujan di areal PT. Suka Jaya Makmur adalah 3,72 yang termasuk kategori Sedang. Indeks ini dipengaruhi oleh jumlah curah hujan rata–rata, jumlah hari hujan dan curah hujan maksimum. Klasifikasi iklim menurut Schmidt & Ferguson (1951) di camp Gn. Bunga dan di camp Sei Tigal adalah tipe A dengan kategori sangat basah (very wet) dengan jumlah 11 bulan basah (BB), 0 bulan lembab (BL) dan 1 bulan kering (BK). Nilai Q 0,091 yaitu hasil pembagian BK : BB. Ini berarti selama kegiatan pemanfaatan hasil hutan di areal PT. Suka Jaya Makmur tidak berdampak mengubah Tipe Iklim.

 7. Analisis Erosi

Monitoring dan analisis erosi dilaksanakan pada 3 blok eks tebangan yaitu blok eks tebangan 1 tahun (ET+1), blok eks tebangan 2 tahun (ET+2) dan blok eks tebangan 3 tahun (ET+3) menggunakan metode stick erosi yang diukur 2 kali pada akhir bulan Juni dan Desember selama periode 1 Januari – 31 Desember 2023, dengan hasil erosi secara keseluruhan di areal PT. Suka Jaya Makmur rerata erosi tanah potensial yang terjadi adalah 47,97 Ton/Ha/Thn dengan kategori TBE Ringan, terdiri dari Erosi tanah potensial yang terjadi pada lokasi eks tebangan 1 tahun (Et+1) adalah 54,73 Ton/Ha/Thn dengan kategori TBE Ringan, pada lokasi eks tebangan 2 tahun (Et+2) adalah 47,51 Ton/Ha/Thn dengan kategori TBE Ringan dan pada lokasi eks tebangan 3 tahun (Et+3) adalah 41,67 Ton/Ha/Thn dengan TBE Ringan. Terjadinya penurunan erosi tanah dan penurunan kategori TBE disebabkan adanya kegiatan penanaman/rehabilitasi dan pengelolaan lingkungan.Erosi terkecil terjadi pada lokasi plot vegetasi alam eks tebangan yaitu 30,28 Ton/Ha/Thn dengan kategori TBE Ringan, hal ini disebabkan perubahan vegetasi hanya terjadi pada saat kegiatan penebangan, setelah itu nyaris tidak dipengaruhi kegiatan lain yang bersifat membuka hutan lagi sehingga keterbukaan hutan eks tebangan relatif kecil. Erosi terbesar pada lokasi jalan logging yaitu 58,17 Ton/Ha/Thn dengan kategori TBE Ringan, hal ini karena pada awalnya jalan logging merupakan areal yang terbuka tanpa penutupan vegetasi secara langsung terutama setelah penebangan atau Et+1. Oleh sebab itu jika terjadi hujan, maka titik–titik air hujan akan langsung mengerus tanah yang ada di jalan logging. Namun erosinya semakin berkurang setelah Et+2 dan Et+3 karena sudah ditumbuhi tanaman cover crop dan vegetasi berkayu lainnya. Untuk mengurangi laju erosi dan tingkat bahaya erosi (TBE) maka sebaiknya melakukan tindakan pengelo-laan lingkungan antara lain pembuatan trap-trap erosi, sodetan-sodetan jalan sarad, penanaman fast growing species, sungkai dan cover-crop serta pembersihan jalur tanam semak–semak atau tumbuhan bawah terutama serasah dijadikan mulsa untuk mengurangi laju erosi dan menjaga kelem-baban. Erosi yang terjadi di areal PT. Suka Jaya Makmur termasuk kategori TBE Ringan yang mengindikasikan bahwa selama kegiatan pemanfaatan hasil hutan di areal PT. Suka Jaya Makmur tidak berdampak merusak secara signifikan.

8. Identifikasi Potensi Bahaya Alam

Berdasarkan hasil identifikasi potensi bahaya alam meliputi kebakaran hutan, banjir, angin topan/badai/angin puting beliung, tanah longsor serta wabah hama dan penyakit di areal PT. Suka Jaya Makmur secara keselu-ruhan potensinya termasuk dalam Kategori Rendah dan Sangat Rendah serta tidak ada kejadian bencana alam dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.

9. Petak Ukur Permanen (PUP) Seri II Petak R.S.64

Monitoring pertumbuhan riap tegakan hutan alam dilaksanakan pada petak ukur permanen (PUP) di petak R.S.64 yang merupakan PUP Seri II dengan hasil riap pertumbuhan diameter berdasarkan kelompok Jenis Komersil pada Plot Perlakuan rerata riap diameternya adalah 0,31 Cm/Tahun dan Plot Non Perlakuan adalah 0,27 Cm/Tahun serta rerata riap pertumbuhan diameter secara keseluruhan adalah 0,29 Cm/Tahun. Riap pertambahan volume PUP berdasarkan kelompok Jenis Komersil pada Plot Perlakuan rerata riap volumenya adalah 1,31 M3/Ha/Tahun dan Plot Non Perlakuan adalah 1,05 M3/ Ha/Tahun serta rerata riap pertambahan volume secara keseluruhan adalah 1,18 M3/Ha/Tahun. Riap pertambahan volume PUP berdasarkan kelompok niagawi / perdagangan terdiri dari Kelompok Meranti, Rimba Campuran dan Kayu Indah dengan riap pertambahan volume secara keseluruhan adalah 1,18 M3/Ha/Tahun didominasi Kelompok Rimba Campuran 2,19 M3/Ha/Tahun, Meranti 1,20 M3/Ha/Tahun dan Kayu Indah 0,14 M3/Ha/Tahun. Pada Riap Diameter, semua kelas diameter dari Jenis Komersil dan Non Komersil, mempunyai riap diameter dibawah 1 Cm/ Tahun, sedangkan kelas diameter 40 cm – Up (kategori pohon produksi), kelompok Jenis Komersil mempunyai rerata riap 0,18 Cm/Tahun. Pada Riap Volume, semua kelas diameter Kelompok Jenis Komersil mempunyai riap volume tahunan (M3/Ha/Tahun) diatas 1 M3/Ha/Tahun, sedangkan pada kelas diameter 40 Cm – Up (kategori pohon produksi) Kelompok Jenis Komersil riapnya 1,16 M3/Ha/Tahun. Dalam perhitungan etat volume, berdasarkan asas prinsip kehati-hatian perusahaan dapat menggunakan riap volume sama dengan 1 M3/Ha/Tahun. Trend riap diameter (Cm/Tahun) pada Plot Perlakuan, Plot Non Perlakuan dan Plot Keseluruhan (PUP Total) pada umumnya mempunyai kecenderungan riap yang relatif stabil pada semua kelas diameter baik pada kelompok jenis komersil maupun jenis non komersil. Trend riap volume (M3/Ha/Tahun) pada Plot Perlakuan, Plot Non Perlakuan dan Plot Keseluruhan (Total) bahwa kelompok jenis komersil pertumbuhan riap volumenya mempunyai kecenderungan stabil dengan rerata riap volume melebihi standar riap nasional hutan hujan tropis yaitu 1 M3/Ha/Tahun. Trend riap volume kayu perdagangan, Kelompok Rimba Campuran dan Meranti mempunyai kecenderungan riap volumenya (M3/Ha/ Tahun) jauh lebih besar dibandingkan Kelompok Kayu Indah. Tidak ada perbedaan hasil signifikan antara PUP plot Perlakuan dan Non Perlakuan.

10. Monitoring Ikan

Monitoring ikan dilaksanakan pada 11 sungai yang ada di dalam areal hasil-nya terdapat 55 jenis dan 15 family ikan, yang semuanya tidak termasuk jenis ikan yang dilindungi oleh peraturan nasional (Government Regulations, GoR) yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 dan Peraturan Men-teri LHK Nomor P.106 Tahun 2018 maupun peraturan internasional yaitu CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), https://www.cites.org dan IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources), https://www.iucnredlist.org.

11. Monitoring Tanaman Eksotik Invasif

Monitoring tanaman eksotik invasif jenis akasia (Acacia mangium) dilaksa-nakan pada 5 lokasi penyebaran dengan cara memantau dan pengendalian berupa pemusnahan. Cara pengendalian (pemusnahan) pada tingkat pohon dan tiang ditebang menggunakan chainsaw, tingkat pancang ditebas meng-gunakan parang dan tingkat semai dicabut manual. Jumlah total pengenda-lian (pemusnahan) tanaman akasia sebanyak 959 batang atau 98,26% dari total 976 batang, terdiri dari 10 batang tiang, 711 batang pancang dan 238 batang semai.

12. Monitoring Kawasan Pelestarian Satwa Liar (KPSL)

Monitoring vegetasi dan identifikasi satwa dilaksanakan di KPSL perbukitan pintu radja dengan luas kawasan konservasi 745,26 Ha dengan hasil seba-gai berikut: jumlah jenis vegetasi tingkat pohon (tree) 58 jenis, tiang (pole) 31 jenis, pancang (sapling) 30 jenis, semai (seedling) 32 jenis dan semua tingkatan 61 jenis. Sedangkan kerapatan vegetasi tingkat pohon 45 btg/Ha, tiang 143 btg/Ha, pancang 1.288 btg/Ha dan semai 9.246 btg/Ha sehingga semua tingkatan vegetasi telah memenuhi syarat kecukupan permudaan tegakan tinggal. Berdasarkan nilai INP jenis vegetasi yang sangat berperan/ berpengaruh di komunitasnya semua tingkatan adalah meranti merah, ubar, ulin sedangkan jenis lain seperti medang, nyatoh, sawang, meranti kuning, meranti putih, mayau mendominasi (sangat berperan) pada sebagian tingkatan vegetasi namun tidak keseluruhan. Indeks Dominasi (C) semua tingkatan vegetasi dari tingkat pohon, tiang, pancang dan semai, semuanya mempunyai pola penyebaran jenisnya lebih tersebar tidak terpusat/menge-lompok dengan kata lain dominasi vegetasinya secara bersama-sama oleh beberapa jenis. Indeks Keanekaragaman Jenis / Biodiversity (H’) semua tingkatan vegetasi dari tingkat pohon, tiang, pancang dan semai termasuk kategori Tinggi, artinya keanekaragaman jenis vegetasinya sangat banyak dalam komunitas vegetasi. Indeks Kemerataan/Kelimpahan / Equitability/ Evenness (E) semua tingkatan vegetasi mulai dari tingkat pohon, tiang, pan-cang dan semai termasuk kategori Tinggi untuk kemerataan atau kelim-pahan jenisnya, artinya jenis-jenis pada tingkatan pohon tersebar merata dalam komunitas vegetasi. Indeks Kekayaan Jenis / Richness dari Margallef (R1) semua tingkatan vegetasi dari tingkat pohon, tiang, pancang dan semai termasuk dalam kategori Tinggi, artinya kekayaan jenis vegetasinya banyak didalam komunitas. Jenis vegetasi yang dilindungi oleh peraturan nasional (Government Regulations/GoR, terdiri dari PP.7 dan P.106) maupun pera-turan internasional (IUCN dan CITES) terdapat 13 jenis, terdiri dari 12 jenis dilindungi IUCN (2 CR, 1 EN, 9 VU), 1 jenis dilindungi CITES (Appendices II), 2 jenis dilindungi PP.7/1999 dan tidak ada jenis yang dilindungi P.106/ 2018. Jumlah jenis tumbuhan buah sebagai sumber pakan satwa terdapat 23 jenis atau 38% dari total 61 jenis vegetasi. Jumlah jenis vegetasi nir-kayu anggrek 9 jenis, palem 3 jenis dan tidak diketemukan jenis kantong semar, dengan kerapatan atau potensi vegetasi anggrek 9,89 N/Ha, palem 4,79 N/Ha dan kantong semar nihil. Berdasarkan nilai INP > 15, anggrek ada 5 jenis dan palem 3 jenis termasuk kategori Sangat Berperan, serta memiliki 6 jenis yang dilindungi Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 dan 2 jenis yang dilindungi Peraturan Menteri LHK Nomor P.106 Tahun 2018, maka jumlahnya 6 jenis yang dilindungi berdasarkan peraturan nasional atau Government Regulations (GoR) dan tidak ada jenis vegetasi nir-kayu yang dilindungi baik oleh IUCN mapun CITES. Keanekaragaman jenis satwa keseluruhan terdapat 74 jenis terdiri dari 27 jenis mamalia, 34 jenis burung, 13 jenis herpetofauna, dengan densitas atau kepadatan individu keseluruhan 6,20 individu/Ha terdiri dari kelompok mamalia 2,64 individu/ Ha, burung 2,98 individu/Ha dan herpetofauna 0,58 individu/Ha. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) semua kelompok satwa yaitu mamalia, burung, herpetofauna dan keseluruhannya termasuk dalam kategori Tinggi untuk keanekaragaman jenisnya, artinya keanekaragaman jenis sangat banyak dalam komunitas populasinya di dalam hutan. Indeks Kemerataan/Kelim-pahan Jenis (E) semua kelompok satwa yaitu mamalia, burung, herpetofau-na dan keseluruhannya termasuk kategori Tinggi untuk kemerataan/kelim-pahan jenisnya, artinya jenis-jenis satwa hidupnya tersebar merata dalam komunitasnya di hutan. Indeks Kekayaan Jenis (R1) semua kelompok satwa yaitu mamalia, burung, herpetofauna, dan keseluruhannya termasuk kate-gori Tinggi untuk kekayaan jenisnya, artinya satwa-satwa tersebut sangat kaya jenisnya dalam komunitas hutan. Status perlindungan satwa terdapat 55 jenis yang dilindungi, terdiri dari 23 jenis mamalia, 24 jenis burung dan 8 jenis herpetofauna, sedangkan berdasarkan peraturan nasional dan inter-nasional terdiri dari 23 jenis dilindungi IUCN, 33 jenis dilindungi CITES dan 42 jenis dilindungi GoR (37 jenis dilindungi PP.7 dan 30 jenis dilindungi P.106).

13. Analisis Kualitas Air Sungai

Monitoring dan analisis kualitas air sungai dilaksanakan pada 5 lokasi yaitu Sungai Kayong, Kemekar, Ewat, Seraman dan Batang Kawa dengan hasil sebagai berikut: Debit air sungai berkisar 1.820−9.548 Liter/Detik dan rerata keseluruhan debit air sungai 5.269 Liter/Detik serta tidak terjadi fluktuasi debit air yang ekstrim, sungai dalam kondisi normal dan terkendali. Sedimentasi sungai berkisar 1,77−13,01 Ton/Tahun dan rerata keseluruhan sedimentasi 6,01 Ton/Tahun, yang tergolong dalam kondisi normal/rendah, sesuai hasil uji laboratorium nilai TSS termasuk dalam Kelas I Baku Mutu Air Sungai. Kualitas air semua sungai secara umum semua parameter sifat fisika dan kimia air TSS, TDS, pH, COD, DO termasuk dalam Baku Mutu Air Kelas I dan hanya BOD Kelas II-IV berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penye-lenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Lampiran VI. Kesimpulan Debit air, sedimentasi dan kualitas air sungai termasuk kategori normal/wajar yang mengindikasikan bahwa kegiatan pemanfaatan hasil hutan di dalam areal konsesi PT Suka Jaya Makmur tidak berdampak merusak secara signifikan.

14. Petak Ukur Permanen (PUP) Seri III Petak QQ.44

Monitoring pertumbuhan riap tegakan hutan alam dilaksanakan pada petak ukur permanen (PUP) di petak QQ.44 yang merupakan PUP Seri III dengan hasil riap pertumbuhan diameter berdasarkan kelompok Jenis Komersil pada Plot Perlakuan rerata riap diameternya adalah 0,45 Cm/Tahun dan Plot Non Perlakuan adalah 0,39 Cm/Tahun serta rerata riap pertumbuhan diameter secara keseluruhan adalah 0,42 Cm/Tahun. Riap pertambahan volume PUP berdasarkan kelompok Jenis Komersil pada Plot Perlakuan rerata riap volumenya adalah 1,05 M3/Ha/Tahun dan Plot Non Perlakuan adalah 1,03 M3/ Ha/Tahun serta rerata riap pertambahan volume secara keseluruhan adalah 1,04 M3/Ha/Tahun. Riap pertambahan volume PUP berdasarkan kelompok niagawi / perdagangan terdiri dari Kelompok Meranti, Rimba Campuran dan Kayu Indah dengan riap pertambahan volume secara keseluruhan adalah 1,04 M3/Ha/Tahun didominasi Kelompok Rimba Campuran 1,76 M3/Ha/Tahun, Meranti 1,13 M3/Ha/Tahun dan Kayu Indah 0,20 M3/Ha/Tahun. Pada Riap Diameter, semua kelas diameter dari Jenis Komersil dan Non Komersil, semuanya mempunyai riap diameter dibawah 1 Cm/Tahun, sedangkan kelas diameter 40 cm – Up (kategori pohon produk-si), kelompok Jenis Komersil mempunyai rerata riap 0,29 Cm/Tahun. Pada riap volume, kelas diameter 20 – 39 Cm, 40 – Up, Kelompok Jenis Komersil mempunyai riap volume tahunan (M3/Ha/Tahun) diatas 1 M3/Ha/Tahun, sedangkan pada kelas diameter 10 – 19 Cm Kelompok Jenis Komersil dan semua kelas diameter Jenis Non Komersil riapnya dibawah 1 M3/Ha/Tahun. Dalam perhitungan etat volume, berdasarkan asas prinsip kehati-hatian perusahaan dapat menggunakan riap volume sama dengan 1 M3/Ha/Tahun atau dibawah 1 M3/Ha/Tahun. Trend riap diameter (Cm/Tahun) pada Plot Perlakuan, Plot Non Perlakuan dan Plot Keseluruhan (PUP Total) pada umumnya mempunyai kecenderungan riap yang relatif stabil pada semua kelas diameter baik pada kelompok jenis komersil maupun jenis non komersil. Trend riap volume (M3/Ha/Tahun) pada Plot Perlakuan, Plot Non Perlakuan dan Plot Keseluruhan (Total) bahwa kelompok jenis komersil pertumbuhan riap volumenya mempunyai kecenderungan stabil dengan rerata riap volume melebihi standar riap nasional hutan hujan tropis yaitu 1 M3/Ha/Tahun. Trend riap volume kayu perdagangan, Kelompok Rimba Campuran dan Meranti mempunyai kecenderungan riap volumenya (M3/Ha/ Tahun) jauh lebih besar dibandingkan Kelompok Kayu Indah. Tidak ada perbedaan hasil signifikan antara PUP plot Perlakuan dan Non Perlakuan.

15. Analisis Vegetasi dan Satwa Di Sempadan Sungai Batang Kawa

Analisis vegetasi dan identifikasi satwa dilaksanakan di sempadan Sungai Batang Kawa yang berbatasan dengan eks Blok RKT 2022 CO yaitu 3 petak sampling di kiri hilir dan kanan hulu sungai, dengan total plot ukur 400 PU dan panjang transek 8 Km, dengan hasil sebagai berikut: Jumlah jenis vegetasi tingkat pohon (tree) 65 jenis, tiang 51 jenis, pancang 31 jenis, semai 28 jenis dan semua tingkatan 67 jenis. Sedangkan potensi atau kera-patan vegetasi komersil pada tingkat pohon 48 btg/Ha, tiang 152 btg/Ha, pancang 1.378 btg/Ha dan semai 7.794 btg/Ha yang semuanya memenuhi syarat kecukupan permudaan tegakan tinggal yaitu jumlah pohon komersil minimal 25 batang/Ha, tiang 75 btg/Ha, pancang 240 btg/Ha dan semai 1.000 btg/Ha. Berdasarkan nilai INP jenis vegetasi yang sangat berperan / berpengaruh di komunitasnya dari tingkat pohon sampai dengan semai ada-lah jenis medang, meranti merah dan tengkawang, sedangkan jenis lainnya turut mendominasi cukup berperan pada sebagian tingkatan vegetasi namun tidak keseluruhan. Indeks Dominasi (C) vegetasi tingkat pancang dan semai, pola penyebaran jenis lebih terpusat/mengelompok dengan kata lain dominasi vegetasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis saja, sedangkan vegetasi tingkat tiang dan pohon pola penyebaran jenisnya lebih tersebar, tidak terpusat/mengelompok dengan kata lain dominasi vegetasinya secara bersama-sama oleh beberapa jenis. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) atau Biodiversity pada semua tingkatan vegetasi mulai dari pohon, tiang, pancang dan semai memiliki nilai H’ > 3 termasuk kategori Tinggi, artinya keanekaragaman jenis vegetasinya sangat banyak dalam komunitas vegetasi.Indeks Kemerataan / Kelimpahan (Equtability / Evennes) atau (E) pada semua tingkatan vegetasi mulai dari pohon, tiang, pancang dan semai memiliki nilai E > 0,6 termasuk kategori Tinggi, artinya jenis-jenis pada semua tingkatan vegetasi tersebar merata dalam komunitas. Indeks Keka-yaan Jenis (Richness) dari Margallef (R1) semua tingkatan vegetasi dari tingkat pohon, tiang, pancang dan semai termasuk kategori Tinggi, artinya kekayaan jenis vegetasinya banyak didalam komunitas. Jenis–jenis vegetasi yang dilindungi oleh peraturan nasional-GoR (PP.7 dan  P.106) maupun dunia internasional (IUCN dan CITES) terdapat 16 jenis, terdiri dari 15 jenis yang dilindungi IUCN (1 jenis CR, 1 EN, 13 VU), tidak ada jenis dilindungi CITES dan 1 jenis dilindungi berdasarkan PP.7 atau GoR. Jenis vegetasi berkayu dengan status perlindungan IUCN kategori CR (critically endang-ered) atau kritis terdapat 1 jenis yaitu mayau (Shorea palembanica) dari famili Dipterocarpaceae dengan INP > 1. Jumlah jenis tumbuhan buah sebagai sumber pakan bagi satwa liar ditemukan sebanyak 28 jenis atau 42% dari total 67 jenis vegetasi. Jumlah jenis vegetasi nir-kayu jenis anggrek 9 jenis, palem 7 dan kantong semar nihil. Sedangkan kerapatan atau potensi vegetasi pada anggrek 13,50 N/Ha, palem 9,13 N/Ha dan kantong semar nihil. Jenis anggrek didominasi 5 jenis yang sangat berperan yaitu anggrek hitam, anggrek bintang, anggreak bawang, anggrek tebu dan bayungan sisandah, sedangkan palem dikuasai 4 jenis yaitu rotan manau, rotan umbut, rotan sega dan daun payung/daun sang gajah. Indeks Dominasi (C) pada anggrek dan palem menunjukan bahwa pola penyebaran vegetasi jenisnya lebih terpusatkan atau mengelompok atau dominasi vegetasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) / Biodiversity pada anggrek dan palem memiliki keanekaragaman jenis kategori Sedang artinya mempunyai keanekaragaman jenis yang cukup banyak dalam komunitas vegetasi. Indeks Kemerataan Jenis / Kelimpahan Jenis (E) (Equtability / Evennes) jenis anggrek dan palem mempunyai nilai kemerataan atau kelimpahan jenisnya termasuk kategori Tinggi, artinya jenis-jenis anggrek tersebar merata dalam komunitas vegetasi. Indeks Kekayaan Jenis (Richness) dari Margallef (R1) vegetasi anggrek dan palem termasuk kategori Rendah, yaitu sedikit jenisnya di dalam komunitas vegetasi. Jenis–jenis vegetasi nir-kayu yang dilindungi oleh peraturan nasional-GoR (PP.7 dan P.106) maupun dunia internasional (IUCN dan CITES) terdapat 7 jenis, terdiri dari 6 jenis anggrek dan 1 jenis palem, yang semuanya dilindungi peraturan nasional-GoR, 1 jenis dilindungi CITES dan tidak ada yang dilindungi IUCN. Ke 7 jenis yang dilindungi GoR (PP.7 dan P.106) adalah anggrek bulan Kalbar (Paraphalaenopsis serpenti-lingua), anggrek ekor tikus/bulan bintang (Paraphalaenopsis denevei), ang-grek hitam (Coelogyne pandurata), anggrek jingga (Renanthera matutina), anggrek sendok (Spathoglottis zurea),anggrek tebu (Grammatophyllum spe-ciosum), daun payung / daun sang gajah (Johannesteijsmannia altifrons). Terdapat 1 jenis anggrek ekor tikus/bulan bintang dilindungi CITES dan tidak ada jenis dilindungi IUCN. Jenis vegetasi nir-kayu dengan status perlindungan IUCN kategori CR (critically endangered) atau kritis tidak ada pada lokasi Sempadan Sungai Batang Kawa. Identifikasi satwa keseluruhan terdapat 44 jenis terdiri dari 16 jenis mamalia, 18 jenis burung dan 10 jenis herpetofauna, dengan estimasi densitas satwa keseluruhan 7,07 individu/Ha terdiri dari densitas mamalia 2,34 individu/Ha, burung 4,07 individu/Ha dan herpetofauna 0,66 individu/Ha. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) semua kelompok satwa dari mamalia, burung dan herpetofauna serta keseluruhan satwa termasuk kategori Tinggi, artinya jumlah jenis satwa sangat banyak keanekaragaman jenisnya di dalam komunitas hutan. Indeks Kemerataan Jenis (E) semua kelompok satwa dari mamalia, burung dan herpeto-fauna serta keseluruhan satwa termasuk kategori Tinggi, artinya jenis-jenis satwa hidupnya tersebar merata dalam komunitasnya di dalam areal hutan. Indeks Kekayaan Jenis (R1) dari kelompok mamalia dan burung serta keseluruhan termasuk kategori Tinggi, artinya kelompok satwa tersebut sangat kaya jenisnya dalam komunitas, sedangkan pada herpetofauna termasuk kategori Rendah, artinya kekayaan jenis cukup sedikit yang tercatat pada komunitas di dalam areal hutan. Jumlah keseluruhan satwa yang dilindungi berdasar-kan jenis ada 30 jenis yaitu pada kelompok mamalia 14 jenis (terdiri dari 8 jenis dilindungi IUCN, 7 jenis dilindungi CITES dan 12 jenis dilindungi GoR); kelompok burung 11 jenis (terdiri dari 5 jenis dilindungi IUCN, 6 jenis dilin-dungi CITES dan 9 jenis dilindungi GoR); kelompok herpetofauna 5 jenis (1 jenis dilindungi IUCN, 5 jenis dilindungi CITES dan 1 jenis dilindungi GoR). Sedangkan berdasarkan peraturan nasional dan international, terdapat 14 jenis dilindungi IUCN, 18 jenis dilindungi CITES dan 22 jenis dilindungi GoR (terdiri dari 20 jenis dilindungi PP.7 dan 17 jenis dilindungi P.106). Jenis satwa dengan status perlindungan IUCN kategori CR (critically endangered) atau kritis terdapat 2 jenis yaitu orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) dan rangkong gading/tajak (Rhinoplax vigil).

16. Analisis Vegetasi dan Satwa Di Buffer Zone Hutan Lindung Bukit Perai

Analisis vegetasi dan identifikasi satwa dilaksanakan di Buffer Zone Hutan Lindung Bukit Perai yang berbatasan dengan Blok RKT 2023 CO dan Blok RKT 2024 sebanyak 8 petak sampling dengan total plot ukur 400 PU dan panjang transek 8 Km, dengan hasil sebagai berikut: Jumlah jenis vegetasi tingkat pohon (tree) 63 jenis, tiang 43 jenis, pancang 37 jenis, semai 35 jenis dan semua tingkatan 63 jenis. Sedangkan potensi atau kerapatan vegetasi komersil tingkat pohon 48 btg/Ha, tiang 120 btg/Ha, pancang 1.195 btg/Ha dan semai 6.025 btg/Ha sehingga semua tingkatan vegetasi telah memenuhi syarat kecukupan permudaan tegakan tinggal yaitu jumlah pohon komersil minimal 25 batang/Ha, tiang 75 btg/Ha, pancang 240 btg/Ha dan semai 1.000 btg/Ha. Berdasarkan nilai INP jenis vegetasi yang sangat berperan / berpengaruh di komunitasnya dari tingkat pohon sampai dengan semai adalah jenis meranti merah, medang dan pisang-pisang, sedangkan jenis lainnya yaitu ubar, sampe dan kumpang termasuk jenis lainnya yang turut mendominasi (sangat berperan) pada sebagian tingkatan vegetasi namun tidak keseluruhan. Indeks Dominasi (C) vegetasi tingkat pancang dan semai, pola penyebaran jenis lebih terpusat/mengelompok dengan kata lain dominasi vegetasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis saja, sedangkan vegetasi tingkat tiang dan pohon pola penyebaran jenisnya lebih tersebar, tidak terpusat/mengelompok dengan kata lain dominasi vegetasinya secara bersama-sama oleh beberapa jenis. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) atau Biodiversity pada semua tingkatan vegetasi mulai dari pohon, tiang, pancang dan semai memiliki nilai H’ > 3 termasuk kategori Tinggi, artinya keanekaragaman jenis vegetasinya sangat banyak dalam komunitas vegetasi. Indeks Kemerataan / Kelimpahan (Equtability / Evennes) atau (E) pada semua tingkatan vegetasi mulai dari pohon, tiang, pancang dan semai memiliki nilai E > 0,6 termasuk kategori Tinggi, artinya jenis-jenis pada semua tingkatan vegetasi tersebar merata dalam komunitas. Indeks Kekayaan Jenis (Richness) dari Margallef (R1) semua tingkatan vegetasi dari tingkat pohon, tiang, pancang dan semai termasuk kategori Tinggi, artinya kekayaan jenis vegetasinya banyak didalam komunitas. Jenis–jenis vegetasi yang dilindungi oleh peraturan nasional-GoR (PP.7 dan  P.106) maupun dunia internasional (IUCN dan CITES) terdapat 15 jenis, terdiri dari 14 jenis yang dilindungi IUCN (1 jenis CR, 1 EN, 12 VU), tidak ada jenis dilindungi CITES dan 1 jenis dilindungi berdasarkan PP.7 atau GoR. Jenis vegetasi berkayu dengan status perlindungan IUCN kategori CR (critically endangered) atau kritis terdapat 1 jenis yaitu mayau (Shorea palembanica) dari famili Dipterocarpaceae dengan INP > 1. Jumlah jenis tumbuhan buah sebagai sumber pakan bagi satwa liar ditemukan sebanyak 26 jenis atau 41% dari total 63 jenis vegetasi. Jumlah jenis vegetasi nir-kayu jenis anggrek 9 jenis, palem 9 dan kantong semar nihil. Sedangkan kerapatan atau potensi vegetasi pada anggrek 14,69 N/Ha, palem 6,19 N/Ha dan kantong semar nihil. Jenis anggrek didominasi 5 jenis yang sangat berperan yaitu anggrek hitam, anggrek tebu, anggrek bintang, anggreak bawang dan bayungan sisandah, sedangkan palem dikuasai 5 jenis yaitu rotan manau, rotan sega, daun payung/daun sang gajah, rotan umbut dan rotan kumis harimau / lilin. Indeks Dominasi (C) pada anggrek dan palem menunjukan bahwa pola penyebaran vegetasi jenisnya lebih terpusatkan atau mengelompok atau dominasi vegetasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) / Biodiversity pada anggrek dan palem memiliki keanekaragaman jenis kategori Sedang artinya mempunyai keanekaragaman jenis yang cukup banyak dalam komunitas vegetasi. Indeks Kemerataan Jenis / Kelimpahan Jenis (E) (Equtability / Evennes) jenis anggrek dan palem mempunyai nilai kemerataan atau kelimpahan jenisnya termasuk kategori Tinggi, artinya jenis-jenis anggrek tersebar merata dalam komunitas vegetasi. Indeks Kekayaan Jenis (Richness) dari Margallef (R1) vegetasi anggrek dan palem termasuk kategori Rendah, yaitu sedikit jenisnya di dalam komunitas vegetasi. Jenis-jenis vegetasi nir-kayu yang dilindungi oleh peraturan nasional-GoR (PP 7 dan P.106) maupun dunia internasional (IUCN dan CITES) terdapat 8 jenis, terdiri dari 6 jenis anggrek dan 2 jenis palem. Ke 8 jenis yang dilindungi GoR yaitu 1) anggrek bulan Kalbar (Paraphalaenopsis serpentilingua), 2) anggrek ekor tikus/bulan bintang (Paraphalaenopsis denevei), 3) anggrek hitam (Coelogyne pandurata) 4) anggrek jingga (Renanthera matutina), 5) anggrek sendok (Spathoglottis zurea), 6) anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum), 7) daun payung / daun sang gajah (Johannesteijsmannia altifrons), 8) bindang (Borassodendron borneensis), sedangkan 1 jenis dilindungi CITES dan GoR yaitu anggrek ekor tikus/bulan bintang serta tidak ada yang dilindungi IUCN. Jenis vegetasi nir-kayu dengan status perlindungan IUCN kategori CR (critically endangered) atau kritis tidak ada pada lokasi Buffer Zone Hutan Lindung Bukit Perai. Identifikasi satwa keseluruhan terdapat 48 jenis terdiri dari 17 jenis mamalia, 22 jenis burung dan 9 jenis herpetofauna, dengan estimasi densitas satwa keseluruhan 10,85 individu/Ha terdiri dari densitas mamalia 4,35 individu/Ha, burung 5,87 individu/Ha dan herpetofauna 0,63 individu/Ha. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) semua kelompok satwa dari mamalia, burung dan herpetofauna serta keseluruhan satwa termasuk kategori Tinggi, artinya jumlah jenis satwa sangat banyak keanekaragaman jenisnya di dalam komunitas hutan. Indeks Kemerataan Jenis (E) semua kelompok satwa dari mamalia, burung dan herpetofauna serta keseluruhan satwa termasuk kategori Tinggi, artinya jenis-jenis satwa hidupnya tersebar merata dalam komunitasnya di dalam areal hutan. Indeks Kekayaan Jenis (R1) dari kelompok mamalia dan burung serta keseluruhan termasuk kategori Tinggi, artinya kelompok satwa tersebut sangat kaya jenisnya dalam komunitas, sedangkan pada herpetofauna termasuk kategori Rendah, artinya kekayaan jenis cukup sedikit yang tercatat pada komunitas di dalam areal hutan. Jumlah keseluruhan satwa yang dilindungi berdasarkan jenis ada 33 jenis yaitu pada kelompok mamalia 15 jenis (terdiri dari 8 jenis dilindungi IUCN, 8 jenis dilindungi CITES dan 13 jenis dilindungi GoR); kelompok burung 14 jenis (terdiri dari 7 jenis dilindungi IUCN, 7 jenis dilindungi CITES dan 12 jenis dilindungi GoR); kelompok herpetofauna 4 jenis (1 jenis dilindungi IUCN, 4 jenis dilindungi CITES dan 1 jenis dilindungi GoR). Sedangkan berdasarkan peraturan nasional dan international, terdapat 16 jenis dilindungi IUCN, 19 jenis dilindungi CITES dan 26 jenis dilindungi GoR (terdiri dari 24 jenis dilindungi PP.7 dan 20 jenis dilindungi P.106). Jenis satwa dengan status perlindungan IUCN kategori CR (critically endangered) atau kritis terdapat 2 jenis yaitu orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) dan rangkong gading/tajak (Rhinoplax vigil).

17. Monitoring Keanekaragaman Vegetasi (Time Series)

Monitoring keanekaragaman vegetasi (time series) dilaksanakan pada eks Blok RKT 2018 sebanyak 10 petak sampling dengan total plot ukur 500 PU. Vegetasi berkayu Jumlah jenis semua tingkatan vegetasi (semai, pancang, tiang dan pohon) pada kondisi sebelum penebangan 61 jenis dan eks tebangan 60 jenis. Secara keseluruhan pada kondisi eks tebangan terjadi penurunan 1 jenis dibandingkan sebelum penebangan. Kerapatan jenis komersil semua tingkatan vegetasi pada kondisi eks tebangan secara umum terjadi penurunan dibandingkan sebelum penebangan namun semuanya masih memenuhi ambang batas yang dipersyaratkan sesuai standar kecukupan tegakan tinggal jenis komersil. Jumlah jenis vegetasi INP > 15 pada lokasi eks tebangan terjadi penurunan 1 jenis pada semua tingkatan vegetasi dibandingkan sebelum penebangan yaitu pada tingkat pohon dan secara keseluruhan vegetasi kelompok komersil yang mendominasi relatif sama jenisnya antara sebelum dan setelah pemanenan hutan. Pola pemusatan / Indeks Dominasi (C) vegetasi tingkat semai dan pancang pola penyebaran jenisnya lebih terpusatkan/mengelompok atau dominasi vege-tasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis. Sebaliknya vegetasi tingkat tiang dan pohon pola penyebarannya lebih tersebar tidak terpusat/mengelompok atau dominasi vegetasi secara bersama-sama oleh beberapa jenis, sehingga faktor pemanenan hutan tidak mengubah / mempengaruhi pola pemusatan jenis vegetasi, yang terbukti dari pola pemusatan jenis vegetasi yang tidak berubah atau tetap (stabil) pada kondisi hutan sebelum penebangan dan eks tebangan. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) pada semua tingkatan yaitu semai, pancang, tiang dan pohon serta secara keseluruhan vegetasi pada kondisi hutan sebelum penebangan dan eks tebangan semuanya termasuk kategori Tinggi, berarti keanekaragaman jenisnya sangat banyak dalam komunitas vegetasi. Ini menunjukan bahwa faktor pemanenan hutan tidak menurunkan indeks H’ dan kategori keanekaragaman jenis tidak berubah (tetap/stabil) pada kondisi sebelum dan setelah pemanenan hutan. Indeks Kemerataan/Kelimpahan (E) pada semua tingkatan yaitu semai, pancang, tiang dan pohon serta keseluruhan vegetasi, pada kondisi sebelum penebangan dan eks tebangan semuanya termasuk kategori Tinggi, menandakan jenis vegetasi tersebar merata dan sangat melimpah/merata dalam komunitasnya. Ini mengindikasikan faktor pe-manenan hutan tidak menurunkan indeks E dan kategori kemerataan/ kelimpahan jenis tidak berubah (tetap/stabil) pada kondisi sebelum dan setelah pemanenan hutan. Indeks Kekayaan Jenis (Richness) Margallef (R1) pada semua tingkatan yaitu semai, pancang, tiang dan pohon serta keseluruhan vegetasi, pada kondisi sebelum penebangan dan eks tebangan termasuk kategori Tinggi, menunjukan hutan sangat kaya jenis vegetasinya. Ini memperlihatkan faktor pemanenan hutan tidak menurunkan indeks R1 dan kategori kekayaan jenis tidak berubah (tetap/stabil) pada hutan sebelum dan setelah pemanenan hutan. Status Perlindungan Vegetasi, terdapat 14 jenis yang dilindungi terdiri dari 13 jenis dilindungi IUCN, 1 jenis dilindungi PP.7, tidak ada vegetasi yang dilindungi CITES dan P.106. Ada terjadi penurunan 1 jenis yaitu dari 15 jenis pada kondisi sebelum penebangan menjadi 14 jenis pada eks tebangan. Penurunan 1 jenis dinilai tidak berpengaruh signifikan terhadap keseluruhan komunitas karena tingginya nilai indeks keanekaragaman jenisnya. Ini menunjukan rendahnya dampak negatif kegiatan pemanenan hutan produksi dengan penerapan RIL di lapangan, sehingga tidak mengubah signifikan jumlah jenis vegetasi yang dilindungi.

Vegetasi nir-kayu Jumlah jenis vegetasi nir-kayu pada kondisi sebelum penebangan dan eks tebangan jumlahnya sama (tetap/stabil) 11 jenis, terdiri dari anggrek 6 jenis, palem 5 jenis. Kestabilan jumlah jenis nir-kayu menunjukan rendahnya dampak pemanenan hutan produksi terhadap vegetasi nir-kayu karena telah menerapkan pemanenan ramah lingkungan prinsip RIL. Kerapatan Jenis semua vegetasi nir-kayu anggrek dan palem pada kondisi sebelum penebangan dan eks tebangan, kerapatan jenisnya sama (tetap/stabil) sehingga pemanenan hutan produksi tidaklah berpe-ngaruh signifikan terhadap penurunan kerapatan jenisnya. Jumlah jenis vegetasi nir-kayu INP > 15 pada kondisi sebelum penebangan dan eks tebangan, jumlahnya sama (tetap/stabil) yaitu anggrek 5 jenis, palem 4 jenis dan kantong semar nihil serta secara keseluruhan vegetasi nir-kayu 9 jenis. Kestabilan jumlah jenis INP > 15 yang tampak dari tidak adanya perubahan jumlah jenis yang ditemukan pada kondisi sebelum penebangan dan eks tebangan. Pola pemusatan / Indeks Dominasi (C) pada kondisi sebelum penebangan dan eks tebangan semua vegetasi nir-kayu jenis anggrek dan palem mempunyai pola penyebaran jenis lebih terpusatkan atau mengelompok atau dominasi vegetasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis. Ini menunjukan bahwa faktor pemanenan hutan tidak mengubah/ mempengaruhi pola pemusatan jenis vegetasi nir-kayu, yang terbukti dari pola pemusatan jenis dan nilai Indeks Dominasi (C) tidak berubah (tetap/stabil) pada hutan sebelum penebangan dan eks tebangan. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) anggrek termasuk kategori Sedang dan palem termasuk kategori Rendah pada kondisi sebelum penebangan dan eks tebangan. Ini menunjukan bahwa faktor pemanenan hutan tidak mengubah atau menurunkan nilai H’ dan kategorinya yang tidak berubah (tetap/stabil) pada kondisi sebelum penebangan dan eks tebangan. Indeks Kemerataan/ Kelimpahan (E) anggrek dan palem termasuk kategori Tinggi pada kondisi sebelum penebangan dan eks tebangan. Ini memperlihatkan bahwa faktor pemanenan hutan tidak menurunkan E dan kategori kemerataan/kelim-pahan jenis tidak berubah (tetap/stabil) pada kondisi sebelum penebangan dan eks tebangan. Indeks Kekayaan Jenis (Richness) Margallef (R1) vegetasi anggrek dan palem termasuk kategori Rendah pada kondisi sebelum penebangan dan eks tebangan, dan kategori R1 tidak berubah (tetap/stabil) pada kondisi sebelum penebangan dan eks tebangan menunjukan faktor pemanenan hutan tidak mempengaruhi secara signifikan perubahan Indeks Kekayaan Jenis (Richness) Margallef (R1). Status Perlindungan Vegetasi Nir-Kayu yang dilindungi peraturan nasional (PP.7 dan P.106) dan peraturan internasional (IUCN dan CITES) terdapat total 4 jenis yang dilindungi, terdiri dari 4 jenis dilindungi PP.7 tahun 1999 yaitu 1) anggrek ekor tikus (Paraphalaenopsis denevei), 2) anggrek hitam (Coelo-gyne pandurata), 3) anggrek tebu (Gramatophyllum speciosum), 4) daun payung (Johannesteijsmannia altifrons); 2 jenis dilindungi P.106 tahun 2018 yaitu anggrek ekor tikus dan daun payung; serta 1 jenis dilindungi CITES appendix II yaitu anggrek ekor tikus. Ini memperlihatkan bahwa faktor pemanenan hutan tidak mengubah jumlah dan jenis vegetasi nir-kayu yang dilindungi, terlihat dari jumlah dan jenis yang dilindungi masih sama (tetap/stabil) pada kondisi sebelum penebangan dan eks tebangan.

18. Monitoring Keanekaragaman Satwa (Time Series)

Monitoring keanekaragaman satwa (time series) metode Line Transect dilaksanakan pada eks Blok RKT 2018 sebanyak 10 petak sampling dengan total plot ukur 500 PU dan panjang transek 10.000 meter dengan hasil Jumlah jenis satwa relatif sama antara sebelum penebangan dan eks tebangan, ada sedikit penambahan jumlah jenis pada eks tebangan yaitu mamalia +1 jenis, burung +2 jenis, herpetofauna +2 jenis dan keseluruhan +5 jenis dibandingkan kondisi sebelum penebangan. Jumlah perjumpaan satwa pada umumnya meningkat signifikan pada semua eks tebangan dan kelompok satwa, yaitu mamalia +121 individu, burung +202 individu, herpetofauna +1 individu dan keseluruhan +324 individu dibandingkan kondisi sebelum penebangan. Densitas satwa meningkat signifikan pada semua eks tebangan dan kelompok satwa, yaitu mamalia +2,21 individu/Ha, burung +2,43 individu/Ha, herpetofauna +0,12 individu/Ha dan keseluruhan +4,76 individu/Ha, dibandingkan kondisi sebelum penebangan. Indeks Keanekaragam Jenis (H’) kecenderungan meningkat pada semua kelompok satwa dan keseluruhan, demikian juga kategori indeks yang semuanya masih tetap (stabil) yaitu kategori Tinggi dan kelompok herpetofauna yang meningkat dari kategori Sedang menjadi kategori Tinggi pada kondisi eks tebangan dibandingkan sebelum penebangan. Indeks Kemerataan/kelim-pahan Jenis (E) semua kelompok satwa dari mamalia, burung herpetofauna dan keseluruhan mempunyai nilai indeks E > 0,6 pada semua kondisi sebelum penebangan dan eks tebangan yang masuk dalam kategori Tinggi, artinya jenis-jenis pada semua kelompok satwa menyebar merata dalam komunitasnya dan kategorinya masih relatif tetap sama (stabil). Indeks Kekayaan Jenis Margallef (R1) pada kelompok mamalia, burung dan keseluruhan mempunyai nilai indeks R1 > 5 pada semua areal yaitu sebelum penebangan dan eks tebangan, yang masuk dalam kategori Tinggi, artinya banyak memiliki kekayaan jenis dalam komunitasnya. Sedangkan herpetofauna memiliki nilai R1 < 3,5 termasuk kategori Rendah, artinya sedikit memiliki kekayaan jenis dalam komunitas populasinya. Semua kategorinya masih sama dan stabil. Status perlindungan satwa berdasarkan kelompok satwa, jumlah jenis yang dilindungi relatif stabil dan ada sedikit penambahan pada semua eks tebangan dan semua kelompok satwa yaitu mamalia +2 jenis, burung +2 jenis, herpetofauna +1 jenis dan keseluruhan +5 jenis dibandingkan sebelum penebangan. Status perlin-dungan satwa berdasarkan peraturan nasional dan internasional, jumlah jenis yang dilindungi relatif stabil namun sedikit penambahan pada semua eks tebangan dan peraturan yaitu IUCN teta[ atau stabil, CITES +1 jenis, GoR (PP.7, P.106) +1 jenis dan keseluruhan +2 jenis dibandingkan sebelum penebangan. Secara umum semua parameter memiliki dampak positif, ini menunjukan bahwa aktivitas pemanenan hutan dengan penerapan prinsip Reduced Impact Logging (RIL) tidak berdam-pak negatif malah sebaliknya ada berdampak positif terhadap perubahan kondisi satwa di areal bekas tebangan.

19. Kajian Dampak Lingkungan Pembuatan Jalan dan Jembatan (PWH)

Kajian dampak lingkungan pembuatan jalan dan jembatan (PWH) dilaksana-kan disekitar sempadan sungai Batang Kawa pada petak EE.70, DD.69 Blok RKT 2024, 2023 CO dengan hasil sebagai berikut :

a. Dampak Fisik-Kimia

1. Keterbukaan Tanah

Dampak kegiatan PWH terhadap tanah adalah keterbukaan tanah pada badan jalan secara permanen selebar 8 meter di jalan cabang. Persenta-se keterbukaan areal berda-sarkan perhitungan rumus Elias adalah ATJH 0,68% yang merupakan nilai Baik karena masih dibawah 10% dan berda-sarkan perhitungan rumus Backmund, kualitas PWH (E) adalah 70,97% berarti keterlayanan jariangan jalan hutannya sebesar 70,97% yang berada dalam interval 70% < E < 75% sehingga termasuk kategori Baik.

2. Pemadatan Tanah

Dampak terhadap pemadatan tanah bersifat positif penting karena pema-datan tanah pada badan jalan dan keterbukaan tanah yang dibuat oleh kegiatan PWH dapat mempermudah aksesibilitas dalam pengelolaan hutan dan masyarakat lokal.

3. Erosi

Dampak terhadap erosi pada 4 lokasi yaitu eks jalan sarad, eks tebangan bervegetasi, eks TPN dan jalan logging, yang terjadi selama 3 tahun terakhir adalah pada lokasi eks jalan sarad 52,31 Ton/Ha/Thn, lokasi eks tebangan bervegetasi 29,02 Ton/Ha/Thn, lokasi eks TPN 46,07 Ton/Ha/ Thn dan lokasi jalan logging atau jalan cabang 55,15 Ton/Ha/Thn. Dari erosi yang terjadi, diketahui pada lokasi jalan logging mengalami erosi terbesar, kemudian berikutnya pada lokasi eks jalan sarad, lokasi eks TPN dan nilai erosi terkecil pada lokasi eks tebangan atau areal bervegetasi/berhutan. Pada semua lokasi nilai erosinya dibawah 60 Ton/Ha/Thn maka tingkat bahaya erosinya (TBE) termasuk kategori Rendah yang masih dibawah ambang batas yang diperkenankan.

4. Air

Dampak terhadap debit air relatif stabil dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Secara umum, debit air sungai termasuk normal dan belum pernah terjadi debit air yang ekstrim serta belum pernah terjadi banjir besar di lokasi sekitar sungai. Dampak terhadap kualitas air sungai, mempunyai mutu air dibawah ambang batas yang diperkenankan sesuai dengan baku mutu air Kelas I-IV. Secara keseluruhan, hampir semua  parameter menunjukan mutu atau kualitas air dalam kategori Kelas I yaitu pada parameter Total Suspended Solid (TSS), Total Dissolved Solid (TDS), pH dan Dissolved Oxygen (DO), sedangkan parameter Biological Oxygen Demand (BOD5) sebagian besar termasuk dalam kategori Kelas IV dan Chemical Oxygen Demand (COD) mempunyai kualitas air kategori Kelas II dan III.

b. Dampak Biologi

1. Vegetasi (Flora)

Dampak kegiatan PWH terhadap pohon hilang, relatif kecil. Pohon hilang akibat kegiatan PWH adalah 361 pohon atau 5% dan jumlah pohon penebangan adalah 6.825 pohon atau 95% dari total pohon produksi. Kehilangan pohon akibat kegiatan PWH adalah kehilangan bersifat permanen karena selama badan jalan hutan masih digunakan maka tidak akan ditanam di badan jalan, sedangkan pohon penebangan merupakan kehilangan sementara karena areal hutan akan menumbuhkan kembali lewat suksesi alami atau ditanami pengayaan/rehabilitasi setelah selesai kegiatan produksi.

Dampak terhadap kerusakan vegetasi,rendah.Kerusakan vegetasi 9,57% termasuk kategori Kerusakan Ringan atau Rendah menurut Elias karena tingkat kerusakan dibawah 25%. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK. 9895/MenLHK-PHL/BPPHH/ HPL.3/12/2022 Tanggal 12 Desember 2022 Lampiran 1.1 Tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian pada indikator 2.4 verifier 2.4.3 Tingkat Kerusakan Tegakan Tinggal (Semai, Pancang, Tiang, Pohon) dan keterbukaan areal di blok RKT dikelompokan menjadi Nilai Baik bila kerusakan rata-rata semua tingkatan permudaan dan keterbukaan areal < 20%, Nilai Sedang 20% – 30% dan Nilai Buruk > 30%.

Dampak terhadap kondisi vegetasi (flora), relatif stabil. Kondisi vegetasi meliputi jumlah jenis, kerapatan, INP, indeks dominansi (C), indeks keanekaragaman jenis (H’), indeks kemerataan/kelimpahan jenis atau indeks eveness/equitability (E), indeks kekayaan jenis atau Richness (R1) dan status perlindungan. Secara keseluruhan kondisi vegetasi dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, trend memperlihatkan kondisi stabil dan cenderung meningkat atau membaik pada semua kondisi.

2. Satwa (Fauna)

Dampak terhadap kondisi satwa (fauna), relatif stabil. Kondisi satwa meliputi jumlah jenis, densitas satwa, indeks biodiversity (H’), indeks kemerataan/kelimpahan jenis (E), indeks kekayaan jenis (R1), jumlah jenis dilindungi dan status perlindungan. Secara keseluruhan kondisi satwa (fauna) dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, trendnya memperlihat-kan kondisi stabil dan cenderung meningkat atau membaik pada bebe-rapa kondisi. Ini menunjukan pengelolaan hutan dilaksanakan secara tepat dengan menerapkan prinsip-prinsip RIL baik pada tahap peren-canaan maupun tahap pelaksanaan di lapangan sehingga ekosistem hutan terjaga kelestariannya yang mendukung hidupan liar didalamnya.

c. Dampak Sosial Ekonomi

1. Tenaga Kerja

Dampak terhadap penyerapan tenaga kerja, fluktuasi turun dan trend menurun drastis terutama tahun 2024. Jumlah tenaga kerja lokal adalah 55 orang (92%), pendatang 6 orang (8%) dari total tenaga kerja 61 orang yang semuanya berstatus ikatan kerja kontrak. Jumlah tenaga kerja sejak April 2024 merupakan penurunan sebesar 78% dari jumlah tenaga kerja tahun sebelumnya. Tenaga kerja perusahaan didominasi tenaga kerja lokal sebesar 92% yang menunjukan perusahaan berkomitmen mempekerjakan tenaga kerja lokal dalam jum-lah sangat dominan pada pemenuhan kebutuhan tenaga kerja sehingga bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal.

2. Frekuensi Penjualan

Dampak terhadap penjualan, cenderung menurun sedikit namun tidak signifikan. Frekuensi penjualan masyarakat lokal adalah berkisar 5 – 11 kali dalam sebulan atau rerata 8 kali per bulan. Jumlah frekuensi penjualan masyarakat lokal ini terbilang tinggi, artinya sering terjadi transaksi jual-beli yang terjadi antara masyarakat lokal dengan tenaga kerja di bagian PWH. Selain sistem jual beli secara tunai, masyarakat lokal juga ada melakukan barter hasil alam ditukar dengan barang kebutuhan pokok. Dengan tingginya frekuensi penjualan maka akan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal.

3. Adat Budaya

Dampak terhadap aspek budaya, cenderung terjaga dengan baik. Adat budaya masyarakat lokal masih dilaksanakan pada beberapa aktivitas perusahaan, salah satunya selamatan adat di lokasi sungai sebelum dimulai pembuatan jembatan besar, dipimpin demong adat, dihadiri masyarakat, tokoh masyarakat, karyawan dan diakomodasi perusahaan sebagai wujud penghormatan terhadap nilai-nilai adat budaya yang hidup pada masyarakat lokal.

Roll Up