1. Dampak Aktivitas Pembalakan Hutan
Prakiraan dampak kegiatan pengusahaan hutan terhadap kondisi lingkungan di areal PT. Suka Jaya Makmur sebagai berikut :
a) Laju Erosi Tanah.
Kegiatan pengusahaan hutan yang mengakibatkan timbulnya dampak terhadap peningkatan laju erosi tanah meliputi: pembukaan wilayah hutan (PWH), penebangan dan penyaradan. Kegiatan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan penutupan lahan dan sifat-sifat lahan itu sendiri. Perubahan ini berupa terbukanya penutupan lahan yang berupa tajuk-tajuk pohon, yang mengakibatkan butiran-butiran air hujan dapat langsung memukul permukaan tanah yang pada akhirnya akan menghanyutkan butiran-butiran tanah terbawa aliran permukaan. Hilangnya penutupan lahan juga akan meningkatkan laju aliran permukaan yang dengan mudah akan menggeruk dan memindahkan butiran-butiran tanah.
Besarnya laju erosi tanah yang terjadi pada jenis-jenis tanah Aluvial Distrik dan Podsolik Merah Kuning, berkisar antara 2,12 – 17,02 ton/ha/tahun pada areal yang masih berhutan primer dan 19,25 – 184,92 ton/ha/tahun terjadi pada areal bekas tebangan. Sedangkan laju erosi yang diperbolehkan ( TSL ) sekitar 29,09 – 35,99 tan/ha/tahun.
Dengan demikian adanya aktivitas pengusahaan hutan terutama akibat dari kegiatan PWH, penebangan dan penyaradan maka dampak yang terjadi adalah dampak negatif penting. Sedangkan kegiatan lainnya seperti pembebasan, pengayaan dan penanaman, mengakibatkan timbulnya dampak positif terhadap laju erosi tanah.
b). Sedimen / Pelumpuran
Kegiatan yang merupakan sumber dampak antara lain PWH, penebangan dan penyaradan. Kegiatan PWH dan penyaradan berupa pembukaan jalan utama, penggalian dan pengurugan tanah serta pembuatan jalan sarad mengakibatkan terjadinya pelepasan lapisan atas tanah (topsoil). Sedangkan kegiatan penebangan mengabikatkan terjadinya tajuk yang pada gilirannya akan memudahkan air hujan langsung jatuh sampai ke tanah. Dampak yang akan terjadi merupakan dampak sekunder dan bersifat negatif.
c) Perubahan Kekeruhan Air Sungai.
Kegiatan PWH dan penebangan juga memberikan dampak yang sama terhadap parameter kekeruhan air. Dampak ini dipicu adanya sedimentasi akibat penggalian tanah dan hilangnya vegetasi. Semakin banyak vegetasi yang hilang maka semakin besar kemungkinan terjadi pelepasan top soil sehingga mempermudah terjadinya erosi. Dampak yang terjadi merupakan dampak sekunder dan bersifat negatif.
d) Penutupan Tajuk
Kondisi tajuk akan semakin terbuka dengan dilakukannnya aktivitas penebangan, hal ini akan berpengaruh terhadap jenis-jenis vegetasi yang toleran dan intoleran terhadap sinar matahari secara langsung.
Terhadap jenis vegetasi yang toleran terhadap sinar matahari secara langsung akan memberikan dampak yang positif, dan terhadap jenis vegetasi yang intoleran terhadap sinar matahari akan memberikan dampak yang negatif. Dampak sekunder yang akan terjadi dari kondisi terbukannya lapisan tajuk adalah terhadap satwaliar yang menempati habitat di areal vegetasi tersebut. Jadi dengan adanya aktivitas pengusahaan hutan terutama akibat dari aktivitas penebangan, maka secara holistik dampak yang terjadi adalah dampak negatif.
e) Keanekaragaman Jenis Flora.
Kegiatan pengusahaan hutan terutama akibat adanya aktivitas penebangan juga menyebabkan penurunan terhadap keaneka-ragaman jenis flora yang terdapat pada areal IUPHHK-HA. Penurunan keanekaragaman ini terjadi mengingat setiap tahun dilakukan aktivitas penebangan baik terhadap jenis-jenis komersial maupun terhadap jenis-jenis non komersial tidak dilindungi. Terhadap jenis-jenis komersial hasil tebangannya dapat langsung dipasarkan, sedangkan untuk jenis-jenis non komersial dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan akan pembuatan sarana dan prasarana di dalam areal IUPHHK-HA.
Disamping itu juga terdapat jenis-jenis liana, dan tumbuhan bawah akan terkena dampak sebagai akibat dari aktivitas penebangan tersebut.
Jadi secara keseluruhan dampak aktivitas pengusahaan hutan yang terjadi terhadap flora adalah dampak negatif. Dampak sekunder yang terjadi sebagai akibat dari penurunan jumlah flora adalah dampak negatif yaitu berupa penurunan terhadap jumlah satwaliar yang menghuni habitat areal tersebut. Dengan berkurangnya flora yang terdapat pada areal IUPHHK-HA terutama terhadap flora yang berfungsi sebagai sumber pakan bagi eksistensi satwaliar, maka dengan sendirinya satwaliar yang mendiami areal tersebut akan pergi ke areal lain yang masih terdapat sumber pakan yang memadai.
f) Srtuktur Vegetasi.
Terhadap strukur vegetasi, kegiatan pengusahaan hutan ini juga menyebabkan berubahnya struktur vegetasi yang ada saat ini. Hal yang terjadi terutama oleh aktivitas penebangan adalah perubahan angka struktur vegetasi mulai dari stadium Semai (Seedling), Pancang (Sapling ), Tiang (Poles) dan Pohon (Tree). Perubahan yang terjadi adalah bergesernya angka-angka dari stadium-stadium tersebut di atas. Setelah dilakukan aktivitas penebangan angka untuk stadium pohon cenderung mengalami penurunan, sehingga sebaran ke stadium tiang, pancang dan semai. Secara holistik dampak yang terjadi akibat aktivitas pengusahaan hutan terhadap struktur vegetasi adalah dampak negatif.
g) Penurunan Kelimpahan Plankton.
Kegiatan PWH, penebangan dan penyaradan juga berpengaruh terhadap penurunan kelimpahan dan keanekaragaman jenis plankton dan benthos. Dampak ini merupakan sekunder dari dampak yang terjadi terhadap sedimentasi dan kekeruhan air. Dengan tingkat kekeruhan air yang cukup tinggi mengakibatkan terhalangnya sinar matahari menembus permukaan air. Hal ini mempersulit plankton untuk mencari makanannya. Dampak yang timbul merupakan dampak tersier dan sifatnya negatif tidak penting.
2. Rencana Pengelolaan Lingkungan
Sasaran pengelolaan lingkungan diarahkan pada Kawasan Lindung, Areal Tidak Efektif Untuk Unit Produksi dan Areal Efektif Untuk Unit Produksi yang terdiri atas Komponen Linkungan Yang Terkena Dampak dan Kegiatan Sumber Dampak. Kegiatan pengelolaan lingkungan dilaksana-kan melalui pendekatan teknologi, pendekatan social ekonomi dan pendekatan institusi.
a) Kawasan Lindung
Tujuan pengelolaan pada kawasan lindung adalah mempertahankan areal berhutan dan menanam yang tidak berhutan sehingga fungsinya sebagai penahan erosi, areal pemanfaatan lahan secara tradisional oleh masyarakat, tempat habitat satwa alternatif dan tempat hebitus flora fauna tidak terganggu.
Kegiatan pengelolaan pada Kawasan Lindung meliputi pengelolaan pada areal konservasi, sempadan sungai, areal perlindungan plasma nutfah, buffer zone hutan lindung dan daerah perlindungan satwa liar.
Kegiatan pengelolaan yang akan dilaksanakan pada kawasan lindung, terdiri dari :
- Tata batas areal yang ditetapkan sebagai kawasan lindung.
- Penanaman dan pembinaan habitat, khusus pada areal sempadan sungai bersama masyarakat melaksanakan penanaman dengan jenis yang dapat dimanfaatkan hasil nir kayunya (Tengkawang, Durian, Kempas, Jelutung).
- Melaksanakan patroli pengawasan dan memasang papan nama kawasan lindung.
- Mengajak masyarakat untuk menjaga dan melindungi areal dari gangguan dan kerusakan.
b) Areal Tidak Efektif Untuk Produksi
Pengelolaan pada areal tidak efektif untuk unit produksi meliputi pengelolaan pada tegakan benih, petak ukur permanen dan areal persemaian, dengan tujuan agar tetap terjaga fungsi-fungsi areal tersebut sebagai penyedia benih, tempat pengamatan riap dan untuk pengadaan bibit yang bermutu tinggi.
Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah :
- Tata batas areal yang ditetapkan sebagai tegakan benih, petak ukur permanen dan persemaian.
- Pembinaan areal melalui penjarangan tumbuhan bawah.
- Perlindungan areal dengan memasang papan nama.
- Melaksanakan patroli pengawasan secara periodik.Mengajak masyarakat untuk menjaga dan melindungi areal dari gangguan dan kerusakan.
c) Areal Efektif Untuk Produksi
c.1. Sifat Fisik dan kimia Tanah
Tujuan pengelolaan adalah untuk memperkecil dampak pembuatan TPK/TPn terhadap sifat fisik tanah (pemadatan) dan menambah bahan organik/humus untuk memperbaiki potensi kimia sekaligus sebagai agen pengikat agregat dan penggembur/penyubur tanah.
Kegiatan pengelolaan yang akan dilaksanakan berupa:
- Pemilihan calon lokasi TPK/TPn diupayakan di daerah datar yang bersolum tanah > 90 cm.
- Pengawetan Top Soil calon TPK/TPn.
- Penggemburan tanah bekas TPK/Tpn.
- Pemilihan teknis penyaradan.
- Pembangunan sedimen trap.
- Penanaman areal bekas TPK/TPn dan Jalan Sarad.
- Pemberian bahan organic/humus.
c.2. Erosi, Sedimentasi, Debit Sungai dan Kualitas Air.
Tujuan pengelolaan adalah untuk menekan terjadinya erosi alur/parit pada jalan angkutan, TPK/TPn dan areal PWH lainnya serta pada jalan sarad dan areal bekas tebangan sampai sekecil mungkin.
Kegiatannya meliputi:
- Pengaturan tata waktu PWH.
- Pemilihan desain jalan angkutan.
- Pengerasan jalan angkutan.
- Pembuatan drainase jalan.
- Pembuatan teras jalan (sengkedan/pengendali tebing)
- Pembuatan jebakan sedimen.
- Pemilihan teknis penyaradan dan penebangan.
- Penanaman/rehabilitasi kondisi areal bekas TPK/TPn, areal bekas tebangan dan penyaradan.
- Konservasi pada bekas jalan sarad.
c.3. Komponen Tumbuhan.
Tujuan pengelolaan komponen tumbuhan adalah meminimalkan kerusakan tegakan tinggal, meningkatkan potensi tegakan, mempertahankan keberadaan hasil hutan nir kayu dan menjaga kelestarian jenis-jenis pohon dilindungi.
Kegiatan pengelolaan lingkungan yang akan dilaksanakan, meliputi:
- Perbaikan teknis penebangan dan penerapan low impact logging (RIL).
- Penanaman pengayaan dan rehabilitasi (penanaman tanah kosong).
- Perlindungan dan pengamanan hutan.
c.4. Satwa Liar (Habitat, Keanekaragaman jenis dan Penyebaran Satwa Liar).
Tujuan spesifik pengelolaan komponen satwa liar adalah untuk mempertahankan keanekaragaman jenis satwa liar melalui upaya memperkecil kerusakan habitat, memperbaiki habitat hutan bekas tebangan dan melindungi satwa liar dari perburuan.
Kegiatan pengelolaan lingkungan yang akan dilaksanakan, meliputi:
- Mengurangi kerusakan habitat pada saat penebangan dan penyaradan.
- Mengarahkan route penebangan ke arah daerah perlindungan satwa atau kawasan lindung lainnya yang masih berupa virgin forest.
- Perbaikan habitat dan melakukan patroli pengamanan hutan.
c.5. Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya.
Sasaran Tujuan pengelolaan adalah menetralisir persepsi, sikap masyarakat dan berbagai kemungkinan terjadinya konflik kepentingan dalam penggunaan lahan dan pemanfaatan hasil sumber daya hutan, pengendalian perladangan berpindah, pencegahan kebakaran hutan, serta peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Kegiatan pengelolaan lingkungan yang akan dilaksanakan, meliputi:
- Penandaan batas kepemilikan lahan masyarakat.
- Pengembangan usaha pertanian menetap dan tidak terbatas pada komoditi pangan.
- Peningkatan penerimaan tenaga kerja lokal.
- Pengembangan usaha dan agro bisnis/agro industri.
- Pengembangan sarana pendidikan, kesehatan dan peribadatan.
3. Rencana Pemantauan Lingkungan
Tujuan pemantauan lingkungan adalah untuk mengevaluasi efektifitas pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan dan memberikan informasi untuk perbaikan kegiatan pengelolaan selanjutnya.
Seperti halnya pada pengelolaan lingkungan, maka sasaran pemantauan lingkungan juga diarahkan pada Kawasan Lindung, Areal Tidak Efektif Untuk Unit Produksi dan Areal Efektif Untuk Unit Produksi.
Kegiatan pemantauan lingkungan dilaksanakan melalui pemasangan alata-alat pemantauan, pengukuran/ pengamatan langsung di lapangan disertai dengan analisis deskriftif dan dilakukan dengan pengawasan dari instasi kehutanan daerah serta pemda setempat.
Selengkapnya dalam pelaksanaan di lapangan, perusahaan akan mengacu pada Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) yang merupakan dokumen tersendiri sebagai hasil studi AMDAL.